Perang Tondano merupakan perang yang terjadi pada 1808-1809 yang melibatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda. Perang ini terjadi akibat penerapan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara. Kedatangan Belanda di Minahasa pada mulanya disambut gembira oleh penduduk, karena mengharapkan bantuan dalam menghadapi peperangan dengan Spanyol dan ancaman gangguan keamanan perampok-perampok dari Minandanao Filipina. Alasannya sesungguhnya kedatangan Belanda di Minahasa adalah untuk kepentingan kekuasaan dalam memperoleh monopoli perdagangan dan usaha untuk menjalankan pemerintah/penjajahan.. Belanda mendirikan benteng di Pelabuhan Wenang/Manado yang diberi nama Nederlandsche Vasticheijt atau dikenal dengan nama Fort-Amsterdam. Benteng ini dijadikan pusat pemerintahan pertahanan dan perdagangan Belanda di Minahasa. Sejak adanya benteng tersebut, Belanda mulai menguasai perdagangan di Minahasa dan mengharuskan penjualan beras kepada pedagang-pedagang Belanda, Cara pemaksaan ini sama sekali tidak disenangi oleh Walak Tondano, sehingga menimbulkan kebencian mereka terhadap saat itu lahirlah kebencian orang Minahasa, khususnya Orang Tondano terhadap Belanda. Dikemukakan bahwa perang berlangsung selama beberapa kali. A. Perang Tondano I Sekalipun hanya berlangsung sekitar satu tahun Perang Tonando dikenal dalam dua tahap. Perang Tonando I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa Barat orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa Tondano Sulawesi Utara. Orang-orang Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen di tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Hubungan dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Mulai abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan Gubernur Terante Simon Cos mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Para pedagang Spanyol dan juga Makasar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju Filipina VOC berusaha memaksakan kehendak agar orang-orang Minahasa menjual berasnya kepada VOC. Untuk melemahkan orang orang Minahasa, VOC membendung Sungai Temberan sehingga menggenangi tempat tinggal rakyat dan para pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan tempat tinggalnya di Danau Tondano dengan rumah-rumah apung. Pasukan VOC kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa yang berpusat di Danau Tondano. Simon Cos kemudian memberikan ultimatum yang isinya antara lain 1 Orang-orang Tondano harus menyerahkan para tokoh pemberontak kepada VOC, 2 orang-orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Ternyata rakyat Tondano bergeming dengan ultimatum VOC tersebut dan akhirnya Pasukan VOC akhirnya ditarik mundur ke Manado. Setelah itu rakyat Tondano menghadapi masalah dengan hasil pertanian yang menumpuk, tidak ada yang membeli. Dengan terpaksa mereka kemudian mendekati VOC untuk membeli hasil-hasil pertaniannya. Dengan demikian terbukalah tanah Minahasa oleh VOC. Berakhirlah Perang Tondano I. Orang-orang Minahasa itu kemudian memindahkan perkampungannya di Danau Tondano ke perkampungan baru di daratan yang diberi nama Minawanua ibu negeri. B. Perang Tondano II Perang Tondano II terjadi ketika masa pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels. Daendels memerlukan pasukan dalam jumlah besar dengan cara merekrut pasukan dari kalangan pribumi. Atas perintah Daendels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung Ukung adalah pemimpin dalam suatu wilayah walak atau daerah setingkat distrik. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Daendels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Salah seorang pemimpin perlawanan itu adalah Ukung Lonto. Ia menegaskan rakyat Minahasa harus melawan kolonial Belanda. Gubernur Prediger mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang Minahasa di Tondano, Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh. Pasukan yang satu dipersiapkan menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan Belanda bisa menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di Minawanua. Pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Tiba-tiba dari perkampungan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga beberapa korban berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur. Perang Tondano II berlangsung cukup lama, bahkan sampai agustus 1809. Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok pejuang yang memihak kepada Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para pejuang itu memilih mati dari pada menyerah.
Setelahitu rakyat tondano menghadapi masalah dengan hasil pertanian yang menumpuk, tidak ada yang membeli. Dengan terpaksa mereka kemudian mendekati VOC untuk membeli hasil-hasil pertaniannya. harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah dikeluarkan belanda,sejumlah 75.000 gulden,dan raja harus menyerahkan I G
Berikut adalah soal mata pelajaran Sejarah Indonesia XI SMA/SMK materi Perang Melawan Penjajahan Kolonial Belanda lengkap dengan kunci EssayRakyat Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Coba telaah secara kritis ancaman Belanda padahal yang membendung Sungai Temberan itu Belanda. Bagaimana penilaian kamu tentang sikap Belanda yang demikian. Sikap ini merupakan sikap kolonialisme dan imperialisme yang akan terus berlangsung termasuk sampai sekarang. Berikan contoh!Rumuskan latar belakang terjadinya perlawanan Pattimura di Saparua?Perang Padri fase kedua sebenarnya merupakan salah satu strategi perang Belanda semacam “gencatan senjata” atau “peredaan”. Mengapa demikian, apa tujuan yang ingin diraih Belanda? Jelaskan!Jelaskan apa yang dimaksud dengan strategi winning the heart ?Pangeran Diponegoro memimpin perang dengan berlandaskan pada nilai-nilai kesyukuran dan keimanan. Jelaskan!Apa yang dimaksud dengan Benteng Stelsel, bagaimana pelaksanaannya?Apa yang dimaksud Hukum Tawan Karang? Mengapa Belanda menentang Hukum tersebut?Coba jelaskan secara singkat latar belakang dan sebab-sebab terjadinya Perang Banjar!Rakyat Aceh memiliki semboyan dan doktrin “syahid atau menang” Coba jelaskan makna semboyan itu bagi perjuangan rakyat Aceh dalam melawan Belanda!Mengapa Sisingamangaraja XII menentang Kristenisasi yang dilakukan Belanda?Kunci Jawaban1. Dalam konsep kolonialisme, pemerintahan bersifat komando, ditambah sikap diskriminatif antara kelompok penjajah dengan masyarakat jajahan. Peristiwa tondano mencontohkan bahwasanya keegoisan Belanda yang bersikap sewenang wenang. Dalam hal ini mereka mendapatkan kerugian karena hasil tanam tidak tercapai dan imbasnya mereka mencoba memenuhi neraca dagangnya dengan cara mengambil lain adalah sikap kolonialisme ini menganggap bangsa jajahannya bukan sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban tapi lebih sebagai obyek keuntungan atau dalam bahasa kolonialnya properti ini sikap kolonialisme ini masih terdapat dalam era modern seperti ekspansi perusahaan asing ke negara negara berkembang. Contohnya kolonialisme dibidang kelautan oleh negara asing di laut Indonesia. Mereka mencuri hasil ikan dan tidak menghormati kedaulatan Indonesia ataupun tidak membayar pajak ke Latar belakang terjadinya perlawanan Pattimura di Saparua adalahPada masa pemerintahan kolonial Belanda, kegiatan monopoli di Maluku kembali di perketat. Dengan demikian beban rakyat semakin berat. Sebab selain penyerahan wajib , masih juga harus dikenai kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi. Kalau ada penduduk yang melanggar akan di tindak tegas. Serta para guru akan diberhentikan untuk penghematan dan para pemuda akan dikumpulkan untuk dijadikan tentara di Maluku. Ditambah dengan sikap arogan Residen Saparua. Itulah yang melatarbelakangi perlawanan Pattimura di Perang Padri fase kedua sebenarnya merupakan salah satu strategi perang Belanda semacam “gencatan senjata” atau “peredaan”, karena penjajah Belanda kesulitan melawan pasukan kaum padri yang di pimpin oleh Tuanku imam Bonjol dan Belanda sedang berperang dengan Mataram di pulau Jawa yaitu perang perang Diponegoro selesai, yang terjadi adalah Belanda berulah kembali yang bertujuan untuk menundukkan kaum Padri di Sumatera Strategi winning the heart adalah strategi yang dilakukan oleh Van de Bosch untuk memenangkan hati kaum padri dengan menghapus pajak pasar, pegawai dan juragan di gaji oleh Pangeran Diponegoro memimpin perang dengan berlandaskan pada nilai-nilai kesyukuran dan keimanan, karena beliau tidak menginginkan timbulnya darah yang merugikan banyak masyarakat. Oleh karena keinginan menghindari kerugian dan pertumpahan darah dari semua pihak inilah maka ketika memimpin perang melawan Belanda dia mengungsikan pengikutnya ke Bukit Benteng Stelsel adalah rangkaian benteng yang dibuat Belanda untuk membatasi gerakan pasukan dapat mempersempit kedudukan Pangeran Diponegoro, Belanda membangun serangkaian benteng di Semarang, Ambarawa, Muntilan, Kulon Progo, dan Magelang. Total Belanda mendirikan sekitar 165 benteng baru yang tersebar di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa benteng-stelsel, Belanda bisa menempatkan pasukannya dengan terlindung di benteng, dan kemudian pasukan ini dapat menyerang bila pasukan Diponegoro bergerak. Ini membuat perlawanan Diponegoro mengalami Hukum Tawana Karang adalah hak istimewa yang dimiliki raja-raja bali pada masa lalu, yang mana setiap kapal-kapal yang berlayar di wilayah pantai Buleleng tampa ada persetujuan dari raja-raja bali akan di sita barang yang ada di dalam menentang Hukum Tawan Karang karena hukum tersebut merugikan Pihak Belanda, salah satu contohnya ketika Kapal dagang belanda Kapal Overisjel yang disita di pantai Latar belakang dan sebab-sebab terjadinya Perang Banjar adalah sebagai berikutBelanda memaksakan monopoli perdagangan di Kerajaan BanjarPemerintah Kolonial Belanda Ikut mencampuri urusan Dalam Keraton Terutama Dalam pergantian Sultan dan Kerajaan BanjarPemerintah Kolonial Belanda mengumumkan bahwa Kesultanan Banjar akan dihapuskan..9. Rakyat Aceh memiliki semboyan dan doktrin “syahid atau menang”, dimana apabila seseorang mati di dalam keadaan perang atau pertempuran, maka ia akan masuk surga bersama Tuhan. Menang-kalah tidaklah menimbulkan suatu kerugian karena jika menang maka suatu kaum dapat bebas di dalam menjalankan pemerintahan dan kekangan kolonial, jika kalah maka ia dianggap sebagai pahlawan yang telah membela Tuhan dan negaranya dan akan bersama Allah di hari akhir karena telah memperjuangkan tanah dan semboyan itu bagi perjuangan rakyat Aceh dalam melawan Belanda adalah bahwa rakyat Aceh tidak boleh berputus asa, karena mereka hanya memiliki 2 pilihan, antara menang dalam pertempuran atau mati dalam keadaan syahid. Tujuan dari semboyan ini adalah memotivasi rakyat aceh agar selalu menang melawan Belanda karena sama sekali membuat keuntungan bagi yang Sisingamangaraja XII menentang Kristenisasi yang dilakukan Belanda karena dikhawatirkan perkembangan agama kristen itu akan menghilangkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang telah ada secara turun temurun.
5oL7J.